KRIMINALISASI KEBEBASAN BEREKSPRESI MELALUI UU ITE 2019-2024: STUDI TERHADAP 521 KASUS PEMBUNGKAMAN KRITIK TERHADAP PEMERINTAH
Abstract
Penelitian ini mengkaji kriminalisasi kebebasan berekspresi melalui Undang-Undang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia periode 2019-2024. Menggunakan
metode yuridis normatif dengan pendekatan empiris kuantitatif, penelitian ini menganalisis 521
kasus kriminalisasi yang mayoritas menargetkan kritikus pemerintah, jurnalis investigatif,
aktivis HAM, dan warganet biasa. Data dikumpulkan dari putusan pengadilan, laporan
organisasi masyarakat sipil, dan monitoring media sosial. Temuan menunjukkan bahwa 412
kasus (79,1%) dari total 521 kasus melibatkan kritik terhadap pemerintah atau pejabat publik
yang seharusnya dilindungi sebagai bagian dari kebebasan berekspresi. Pasal 27 ayat (3)
tentang pencemaran nama baik menjadi pasal tersering digunakan (67,4% kasus), diikuti Pasal
28 ayat (2) tentang ujaran kebencian (21,3%), dan Pasal 45A tentang ancaman (11,3%).
Penelitian ini menemukan bahwa implementasi UU ITE telah melanggar Pasal 28E dan 28F
UUD 1945, Pasal 19 ICCPR, serta prinsip-prinsip Siracusa tentang pembatasan hak. Ancaman
pidana yang tidak proporsional (maksimal 6 tahun penjara) dan rumusan delik yang kabur
(vague) menciptakan chilling effect yang mengancam demokrasi. Dari 521 kasus, hanya 34,7%
yang berakhir dengan vonis bersalah, namun 89,2% terdakwa mengalami proses hukum yang
panjang (rata-rata 14 bulan) yang berfungsi sebagai punishment tersendiri.



